Arsip Blog

PRITA MULYASARI DIVONIS BEBAS

PRITA MULYASARI

Prita Mulyasari akhirnya bisa bernafas dengan lega. Dia dinyatakan bebas oleh Majelis Hakim karena dianggap tidak terbukti melanggar hukum dan membebaskan dari semua dakwaan di Pengadilan Negeri Tangerang.

Keputusan Majelis hakim pagi tadi, “Menyatakan terdakwa Prita Mulyasari bebas dan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pencemaran nama baik,” kata Ketua Majelis Hakim, Arthur Hangewa, di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jalan TMP Taruna, Tangerang, Selasa (29/12/2009).

Kedua, kata Arthur, membebaskan Prita dari dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum.

Ketiga, memulihkan nama baik dan martabat terdakwa. Selanjutnya, keempat menyita barang bukti dan membebankan biaya perkara kepada negara.

Prita tampak memanjatkan syukur dengan mengusap wajahnya. Puluhan pendukung Prita pun bersorak gembira. “Hidup Prita! Allahu Akbar!”

Prita langsung maju ke depan meja hakim dan melakukan sujud syukur.

Usai persidangan , Prita Mulyasari mengaku tidak dendam terhadap RS Omni Internasional. Prita juga membuka seluas-luasnya pintu maaf pada rumah sakit itu.

Dukungan terhadap Prita memang sangat besar dipersidangan hari ini. dukungan moral diberikan kepada Prita oleh kelompok masyarakat dari berbagai elemen seperti BEM Uniersitas Mathlaul Anwar, Pakar ITE Lucky Alamsyah, Gerakan Pemuda Islam Tangerang, Komnas Ham, Komisi Yudisial, para blogger hingga anggota DPR dan partai politik.

Sebelumnya, pengacara Prita Mulyasari tetap yakin kliennya akan divonis bebas. “Sampai detik ini, kami yakin majelis hakim akan membebaskan Prita,” ujar anggota kuasa hukum Prita dari OC Kaligis and Associated, Slamet Yuwono, sebelum sidang, pagi ini.

Keyakinan tersebut, kata dia, berdasarkan fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung dimana keterangan saksi maupun ahli menyatakan bahwa Prita tidak terbukti melakukan pencemaran nama baik seperti yang dituduhkan. “Jaksapun tidak bisa membuktikan tuduhan itu,” kata Slamet.

Selain itu, kata dia, hakim tidak akan menutup mata dengan derasnya dukungan masyarakat luas yang setia menyoroti dan mengikuti kasus ini. “Tingginya respon masyarakat dan dukungan untuk Prita, berarti kebenaran memang ada pada Prita, masyarakat luas tidak mungkin membela orang yang salah,” kata Slamet.

Slamet menilai, selama proses persidangan tidak ada satu buktipun yang mampu membuktikan Prita bersalah. “Kami yakin majelis hakim yang terhormat bisa melihat kasus ini dengan objektif, menggunakan hati nuraninya dalam memutuskan perkara ini,” ucapnya.

Terkait dengan buntunya upaya damai antara Prita dengan RS Omni yang digagas oleh Departemen Kesehatan, Slamet mengatakan, hal itu tidak akan mempengaruhi keputusan persidangan hari ini. “Akte damai hanyalah penunjang saja,” katanya.

Pada bagian lain, Komisi IX bidang Kesehatan DPR RI tetap merekomendasikan pencabutan ijin Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra yang telah mengugat dan mempidanakan mantan pasiennya, Prita Mulyasari. “Kami tetap merekomendasikan agar ijin rumah sakit Omni dicabut,” ujar Wakil Ketua Komisi IX,DPR RI, Irgan Chairul Mahfiz yang hadir dalam persidangan Prita, hari ini.

Irgan yang sengaja datang mewakili komisi IX, Partai Persatuan Pembangunan untuk memberikan dukungan moral terhadap Prita yang hari ini akan divonis. “Hakim harus membebaskan Prita,” kata Sekretaris Jenderal PPP ini.

Dia menyatakan, kasus Prita Mulyasari merupakan bentuk arogansi sebuah rumah sakit terhadap pasiennya. Tindakan mengugat dan mempidanakan pasien yang dilakukan RS Omni adalah suatu tindakan yang tidak wajar. “Apalagi ini ada label Internasionalnya, sungguh tidak wajar, semestinya mereka lebih mengedepankan pelayanan,” kata Irgan.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang ditemui wartawan di tempat terpisah menyambut baik vonis bebas terhadap Prita Mulyasari (32) oleh Pengadilan Negeri Tangerang.

“Berarti aspirasi masyarakat bisa terwujud. Dan yang mengejutkan, putusan Pengadilan Negeri Tangerang membuktikan bahwa Prita tidak terbukti bersalah,” ujar Ratu Hemas.

Terkait koin Prita yang sudah terkumpul dengan jumlah total terakhir Rp. 802 juta, Ratu mengatakan, hal ini bisa dimanfaatkan untuk menolong orang lain yang tengah menghadapi masalah serupa.

Putusan kasus Prita merupakan sinyal betapa mahalnya mendapatkan keadilan atas nama orang kecil. Jaminan konstitusi bahwa adanya persamaan hak di muka hukum (equality before the law) sedikit bisa terjawab.

Terlepas dari isi kasusnya, Prita telanjur dijadikan simbol perlawanan atas arogannya dewi keadilan di tanah air. Proses hukum terkadang sudah diidentikkan dengan barang dagangan yang dapat menimbulkan kebangkrutan keadilan (bankruptcy of justice).

Palu hakim acapkali lebih berpaling kepada mereka yang berduit. Asumsi tersebut memang tidak dapat digeneralisasi, tetapi setidaknya kasus Prita menjadi pelajaran bahwa lembaga peradilan kita masih perlu pembenahan.

Sepertinya kita harus lebih dewasa lagi dalam berpikir dan bersikap. Kita harus dapat melihat sebuah permasalahan dengan berbagai pertimbangan. Setidaknya ada pertimbangan tentang nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan yang menjadi patokan di dalamnya.

Kita jangan hanya berpedoman pada Undang-undang yang sering menyesatkan dan sering menimbulkan perdebatan. Kita jangan hanya mengutamakan kepentingan pribadi kita saja, sedangkan kepentingan pribadi orang lain sering kita korbankan.

Kedewasaan dalam beretika dan berpikir harus kembali kita kedepankan. Karena berbagai permasalahan yang kini marak terjadi di negara kita, pada dasarnya disebabkan oleh sikap dan prilaku manusia-manusia di negara kita yang kini sepertinya sudah tidak beretika lagi sehingga sering bertindak (bersikap) tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan.

Sekarang yang kita butuhkan hanyalah kedewasaan berpikir dalam memahami setiap permasalahan guna mencari jalan terbaik yang seharusnya. Jadi bukan malah memperuncing permasalahan dan saling berkeras untuk mengklaim sebagai pihak yang benar dengan menjadikan Undang-undang sebagai senjata yang mematikan.

Dirangkum dari berbagai sumber.

PRITA MULYASARI KAGET ; PUTUSAN SELA DIBATALKAN

Prita Mulyasari mengaku kaget dengan pembatalan putusan sela oleh Pengadilan Tinggi Banten terkait kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Internasional yang dituduhkan kepada dirinya.

Saat dihubungi VIVAnews, Kamis 30 Juli 2009, Prita mengaku syok karena menganggap kasus hukum yang menimpa dirinya telah selesai. “Saya pasrah dan akan menjalani persidangan lanjutan ini,” ujar Prita melalui telepon.

Namun, Prita merasa aneh lantaran putusan tersebut menjadi berbeda persepsi antara Pengadilan Negeri Tangerang dengan Pengadilan Tinggi Banten terhadap kasus yang menimpanya.

Ibu dua anak ini akan mempersiapkan mentalnya lagi dalam menghadapi sidang lanjutan terhadap dirinya. “Soal hukum biar pengacara saya yang mempersiapkan,” ujar Prita lagi.

Meski belum ada pemberitahuan dari kuasa hukumnya tapi Prita akan segera melakukan komunikasi terkait hal ini.

Dengan pembatalan putusan sela itu, secara otomatis sidang kasus pencemaran nama baik dengan terdakwa Prita Mulyasari bakal dilanjutkan kembali.

Putusan Pengadilan Tinggi Banten terjadi atas atas banding yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riyadi dan Rahmawati Utami.
“Terdapat kekhilafan Pengadilan Negeri Tangerang dalam pertimbangan putusan sela” ucap Ketua Pengadilan Tinggi Baten, Sumarno SH, MH seusai pelantikan Ketua Pengadilan Negeri Tangerang yang baru, Asnun SH, MH di Gedung Akhlaqul Karimah, Puspem Kota Tangerang.

Menurut Sumarno, ada perbedaan persepsi antara majelis hakim Pengadilan Tinggi Banten dengan Majelis Hakim PN Tangerang terkait pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan belum bisa diberlakukan 2 tahun setelah ditetapkan.

“Kuncinya ada di pasal 54 ayat 1 yang menyatakan undang-undang itu diberlakukan sejak diundangkan. Sedangkan ayat 2 paling lambat 2 tahun. Bukannya setelah 2 tahun baru bisa diberlakukan,” jelas Sumarno.

Dikatakan Sumarno, pembatalan putusan PN Tangerang yang menghentikan kasus Prita itu diputuskan pada tanggal 27 Juli 2009.

“Pembatalan baru diputuskan Senin kemarin. Sekarang dalam proses pengiriman ke PN Tangerang,” ucap Sumarno.

Selain, karena perbedaan persepsi tentang Undang-Undag ITE, Pengadilan Tinggi Banten juga menilai Majelis Hakim PN Tangerang tidak memperhatikan dakwaan lain, yakni pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.

“Seharusnya majelis hakim PN Tangerang juga mengemukakan alasan penghetian kasus yang berkaitan dengan pasal 310 dan 311. Tapi ini kan tidak,” paparnya.

Sumarno menyatakan, dengan dibatalkannya putusan penghentian kasus Prita tersebut, maka Pengadilan Tinggi Banten mengembalikan perkara kepada Pengadilan Negeri Tangerang untuk dilanjutkan kembali.

“Kami meminta PN Tangerang untuk melakukan pemeriksaan kembali,” tukasnya.

Kasus bermula saat Prita memeriksakan kesehatannya di RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Prita mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh RS Omni Internasional dan juga dokter yang merawatnya melalui surat elektronik kepada sejumlah rekannya.

RS Omni Internasional kemudian merasa nama baiknya tercemar lantaran surat Prita tersebar di banyak milis. Tak hanya diwajibkan membayar Rp 261 juta, karena kalah dalam kasus perdata, Prita juga sempat menjalani penahanan selama 21 hari sejak 13 Mei 2009.

Kasus ini menuai reaksi keras publik, Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat bahkan merekomendasikan pencabutan ijin Rumah Sakit Omni pada Senin 8 Juni 2009.

Sumber : metro.vivanews.com

PENCABUTAN STATUS TAHANAN KOTA PRITA MULYASARI

Aku baru tersadar ketika sapaan lembut Sang Isteri tercinta membangunkan untuk segera berjamaah shalat subuh, aku telat bangun karena semalem aku menyempatkan diri nonton KETIKA CINTA BERTASBIH, ceritanya seru banget persis seperti yang pernah saya posting dulu.

Sebelum berangkat ke tempat tugas, aku menyempatkan diri untuk nonton TV mencari berita terbaru, salah satu topik berita yang paling menarik bagi aku adalah Berita tentang PENCABUTAN STATUS TAHANAN KOTA IBU PRITA MULYASARI.

Pada sidang kasus pencemaran nama baik terhadap dua dokter Rumah Sakit Omni International Tangerang, Kamis (11/6), Prita Mulyasari mengajukan penangguhan penahanan kepada majelis hakim. Sore kemarin, permohonan tersebut dikabulkan oleh majelis hakim.

“Permohonan penangguhan penahanan dikabulkan. Status tahanan dicabut. Sekarang, Prita bisa pergi ke mana-mana. Dia bebas, bisa kerja, bisa ke mana-mana. Sekarang, jaksanya sedang menuju rumah Prita,” ujar salah satu pengacara Prita, OC Kaligis, kepada Kompas.com.

Sebelumnya, Prita dan pengacaranya mengajukan penangguhan penahanan kota agar dapat bekerja kembali. Sampai saat ini, Prita masih berstatus sebagai karyawan Bank Sinarmas Senen, Jakarta Pusat. Majelis langsung melaksanakan musyawarah konstituen pada saat itu juga.

Dalam sidang kedua kemarin yang dilangsir oleh gatra.com ; Prita Mulyasari menangis saat membacakan pembelaan setebal delapan halaman, pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten, Kamis (11/6), yang dipimpin hakim Karel Tuffu SH.

Dalam pembelaan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahma Utami SH itu, perempuan 32 tahun itu tak kuasa membendung air mata sehingga pembacaan sempat tertunda beberapa saat.

Pembelaan berjudul “GALAU” itu merupakan ungkapan perasaan yang selama ini dipendam akibat dipenjara selama 21 hari di LP Wanita Tangerang. Tim pengacara Prita yang diketuai OC Kaligis juga membacakan eksepsi berjudul Prita The Prisoner of Consience atau Prita Tahanan Suara Hati karena menyatakan pendapat lewat suara atau simbol.

Pada awal pembelaan Prita menyebutkan, “Aku orang awam akan hukum tapi aku tidak mau melanggar hukum, bagiku pengertian hukum adalah tidak melanggar hak orang lain.”

Menurut Prita, bahwa ketika masuk Rumah sakit (RS) Kamis, 7 Agustus 2008, dengan cekatan dokter memeriksa kesehatan, darah disedot untuk pemeriksaan laboratorium, kemudian dokter Indah Prameswari menginformasikan secara lisan bahwa trombosit 27.000, dan diagnosa gejala Demam Bedarah Dengue (DBD).

Prita didakwa oleh JPU karena mencemarkan nama baik melalui surat elektronik (e-mail) kepada rekannya atas pelayanan RS Omni Internasional, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten sehingga dianggap melawan hukum dan bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elekronika (ITE).

Di hadapan kuasa hukum OC Kaligis SH, Prita berulangkali menyeka air matanya dan mempertanyakan rekam medis kepada manajemen RS, namun tidak diperoleh dengan baik dan malahan diabaikan begitu saja.

Padahal, katanya, dirinya sudah ngotot meminta rekam medis secara lengkap selama perawatan di RS Omni mulai masuk 7 Agustus 2008 pukul 20.30 WIB hingga tanggal 12 Agustus 2008.

“Meski sudah dipaksa meminta rekam medis namun manajemen selalu mengelak dengan beragam alasan,” kata ibu dua anak yang masih balita dan istri dari Andry Nugroho itu.

Prita juga mempertanyakan, apakah salah menyatakan bahwa pihak rumah sakit telah berbohong dengan memberikan dua keterangan yang berbeda menyangkut trombosit.

Sedangkan pernyataan lisan dokter, katanya trobosit sebesar 27.000 sedangkan keterangan tertulis 181.000, mana yang benar, bahwa masalah kesehatan adalah menyangkut nyawa manusia.

Sidang di PN Tangerang itu akan dilanjutkan Kamis (18/6) pekan depan untuk mendengarkan jawaban JPU.

Ibu PRITA MULYANI sekarang sudah bebas,…. status tahanan kota sudah dicabut, namun Ibu Prita tetap harus mengikuti setiap persidangan yang digelar oleh pengadilan.

Semoga dengan dukungan dan do’a masyarakat Indonesia, Ibu Prita dapat terlepas sepenuhnya dari jeratan hukum dan dapat beraktifitas kembali terutama berkumpul dengan keluarga tercinta.

PRITA MULYASARI Vs UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PRITA MULYASARI bukanlah selebriti, bukan pula seorang pejabat dia tak secantik dan seelok Manohara Odelia Pinot. Beliau hanyalah seorang ibu dari dua anak yang lucu. Tapi lantas kenapa kini namanya tak asing di telinga. Jawabannya adalah karena dia seseorang yang “bersuara”, sekedar menulis ungkapan emosional, sebelum hati nurani menangkap kesejatian.

Banyak blog dan web yang membahasnya. Di milis, di facebook, ramai upaya menggalang solidaritas. Ketiga Capres pun ikut bicara. Ada sudut keharuan tersingkap, betapa keadilan itu memang harus terungkap.

Kasus Prita Mulyasari, semangat kebebasan berpendapat di BUNGKAM dan di kebiri ?
Peristiwa ini benar-benar menumbuhkan solidaritas di kalangan blogger. Blogger bersatu untuk kebenaran, kenapa tidak. Dan Bu Prita telah berjasa mengobarkannya. Ada hikmah berbuah dari sebuah kisah, kisah tentang pengaduan yang tertumpah. Dari seorang Prita, untuk perbaikan pelayanan rumah sakit di Indonesia, tak hanya Rumah Sakit Omni International, Alam Sutera saja. Dan semoga indah jadinya.

Prita Mulyasari menjadi tersangka kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional. Prita dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan sanksi pidana penjara maksimum 6 thn dan/atau denda maksimal 1 milyar rupiah. Sebelumnya, seorang wartawan bernama Iwan Piliang diduga mencemarkan nama baik seorang anggota DPR melalui tulisannya di internet dan dijerat dengan pasal yang sama.

Berikut tentang Pidana Penjara dan Denda terkait Pasal Pencemaran Nama Baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(sumber :http://ronny-hukum.blogspot.com)
Penulis :
Ronny, M.Kom, M.H
Saksi Ahli judicial review UU ITE di Mahkamah Konstitusi


Keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Demikian salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.

Bila dicermati isi Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE tampak sederhana bila dibandingkan dengan pasal-pasal penghinaan dalam KUHP yang lebih rinci. Oleh karena itu, penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus merujuk pada pasal-pasal penghinaan dalam KUHP. Misalnya, dalam UU ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Dengan merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum.

Pasal 27 ayat (3) UU ITE
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”

Pasal 310 ayat (1) KUHP
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Rumusan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang tampak sederhana berbanding terbalik dengan sanksi pidana dan denda yang lebih berat dibandingkan dengan sanksi pidana dan denda dalam pasal-pasal penghinaan KUHP.

Misalnya, seseorang yang terbukti dengan sengaja menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan pencemaran nama baik seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan/atau denda maksimum 1 milyar rupiah.

Pasal 45 UU ITE
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Masih ada pasal lain dalam UU ITE yang terkait dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi, perhatikan pasal 36 UU ITE.

Pasal 36 UU ITE
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain”

Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)

Pasal 51 ayat (2) UU ITE
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Semoga dapat menambah wawasan kita dan dapat memetik hikmah dari semua peristiwa yang menimpa Ibu PRITA MULYASARI.

PRITA MULYASARI, MANOHARA ODELIA PINOT WANITA-WANITA SIMBOL TONGGAK PERADABAN.

Manusia menaiki kendaraan zaman. Ketika kendaraan itu tengah bergerak, ia tidak boleh melalaikan kemudinya barang sejenakpun.

Mereka yang banyak berbicara mengenai perubahan-perubahan zaman sehingga melalaikan kemudinya, telah melupakan peranan efektifitas manusia.

Keadaannya seperti seorang penunggang kuda yang membiarkan dirinya dibawa lari oleh kuda tunggangannya tanpa ia mampu mengendalikannya.

Seiring dengan semakin membanjirnya penemuan-penemuan baru yang dihasilkan pada setiap masa, atas dorongan dan kecenderungan ilmiah, moral, rasa estetika dan religiusitasnya, manusia berada dalam pengaruh egoisme, ambisi, sensualitas, dan keserakahan akan harta kekayaan dan kenikmatan hidup. Sebagaimana pula ia berhasil membuat penemuan-penemuan baru sehingga memberi banyak kemudahan dalam cara hidup, manusia tidak bisa menghindar dari kekeliruan-kekeliruan.

MANOHARA ODELIA PINOT dan PRITA MULYASARI Dua sosok wanita telah menjadi korban kekeliruan itu,……………………………………………………………………….

MANOHARA ODELIA PINOT model cantik berusia 17 tahun ini, sebulan terakhir menjadi fokus berita media cetak dan elektronik sehingga menjadi materi perbincangan mulai dari pos ronda sampai seminar di Hotel berbintang, mulai dari kelompok anak batita sampai kalangan kakek-nenek. Kisah tiga serangkai ANTASARI AZHAR, RANI JULIANI dan NASRUDDIN seakan hilang ditelan kepopuleran MANOHARA.

Namun dari komentar beberapa teman mengatakan ” Apalah arti dari sebuah kepopuleran bila jalan yang harus dilalui berawal seperti itu”

Lain halnya dengan Ibu PRITA MULYASARI, yang menulis curhatnya melalui E-Mail ke seorang teman tentang peristiwa yang dianggapnya sebagai kasus Mall Praktik dari Sebuah Rumah Sakit berstatus International yang akhirnya membawa Ibu PRITA ditahan selama 20 hari sebelum status tahanannya berubah menjadi tahanan kota dengan dakwaan pasal yang berlapis. Adapun isi dari E-Mail pembawa bencana tersebut adalah KLIK DISINI

Saya membuat postingan ini sebagai salah satu bentuk dukungan buat Ibu PRITA MULYASARI, kalaupun dinilai ikut-ikutan terserah dari para pembaca untuk menyikapinya.

Prita Mulyasari didakwa bersalah melanggar Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Selain itu Prita juga dikenakan Pasal 310, 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dengan ancaman hukuman 1 tahun 6 bulan.

Aktivis dunia maya yang direncanakan akan hadir pada sidang perdana ternyata tak tampak seorangpun. Sebelumnya ramai diberitakan melalui milis, blog dan facebook ajakan bagi para blogger untuk turut hadir dalam sidang Prita sebagai wujud simpati terhadap apa yang dialami oleh ibu dua anak ini.

Sampai sidang berakhir tidak terlihat aksi dari para blogger, yang terlihat hanya aksi dari Komite Pembela Kebebasan Berpendapat, mereka menggelar aksi di dalam lingkungan PN Tangerang, Jl TMP Taruna, Kamis (4/6/2009). detiknews.com

Sidang Prita akan dilanjutkan pada Kamis 11 Juni 2009 dengan agenda eksepsi.

Namun terlepas dari semua itu mungkin lebih baik kita cukup memberi dukungan moril berupa Do’a semoga Ibu Prita dapat menjalani semuanya dengan hati yang tabah. Dan kita petik pembelajaran berharga dibalik semua peristiwa tersebut.